NIM : 411106191
UNIT : 1 ( Satu )
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DALAM ERA JURNALISTIK MODERN
Ido
Prijana Hadi
Jurusan
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas
Kristen Petra
Jalan
Siwalankerto 121-131 Surabaya 60236
Email:
ido@peter.petra.ac.id
PENDAHULUAN
Teknologi
dalam perkembangan arus produksi, konsumsi dan distribusi informasi memegang
peranan penting. Urgensi peranan teknologi dalam proses massifikasi informasi
terjadi ketika hasil teknologi membantu mengubah pola komunikasi yang dibatasi
oleh ruang dan waktu menjadi pola komunikasi informasi tanpa batas. Sehingga
hadirnya media baru (new media)[1]
memberi alternatif masyarakat dalam mencari dan memanfaatkan sumber-sumber
informasi untuk memenuhi kebutuhannya. Media massa konvensional (tv, radio dan
cetak) dituntut untuk
melakukan intergrasi dengan media baru agar mampu memenuhi harapan baru bagi
pelanggan setianya, baik pembaca online maupun cetak.
Perkembangan
media baru sebenarnya merujuk kepada sebuah perubahan dalam proses produksi
media, distribusi dan penggunaan. Media baru tidak terlepas dari key term
seperti digitality, interactivity, hypertextuality, dispersal dan virtuality
(Lister, 2003 : 13). Dalam konsep digitality semua proses
media digital diubah (disimpan) ke dalam bilangan, sehingga keluarannya
(out put) dalam bentuk sumber online, digital disk, atau
memory drives yang akan diubah dan diterima dalam layar monitor atau
dalam bentuk ‘hard copy’.
Konsep Interactivity merujuk kepada adanya
kesempatan
dimana teks dalam media baru mampu memberikan users untuk ‘write back
into the text’. Sedangkan konsep dispersal media baru lebih kepada
proses produksi dan distribusi media menjadi decentralised dan
mengandalkan keaktifan individu (highly individuated). Batasan new
media sering disamakan dengan digital media, yang semestinya
new media lebih pada konteks dan konsep budaya kontemporer dari
parktik media daripada seperangkat teknologi itu sendiri (medium).
Misalnya
pada 13 Agustus 2008 Indonesia telah menapak ke pintu teknologi penyiaran
televisi digital. Peristiwa itu berupa soft launching siaran TV digital[2]
oleh TVRI. Teknologi TV digital dipilih karena punya banyak kelebihan
dibandingkan dengan analog. Teknologi ini punya ketahanan terhadap efek
interferensi, derau dan fading, serta kemudahannya untuk dilakukan
proses perbaikan (recovery) terhadap sinyal yang rusak akibat
proses pengiriman/transmisi sinyal. Kemudian, TV digital menyajikan gambar dan
suara yang jauh lebih stabil dan resolusi lebih tajam ketimbang analog serta
ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi karena pergerakan pesawat
penerima (untuk penerimaan mobile), misalnya di kendaraan yang bergerak,
sehingga tidak terjadi gambar bergoyang atau berubah-ubah kualitasnya seperti
pada TV analog saat ini (Dharmanto, 2008). Langkah ini jelas akan menjadi
lokomotif bagi perubahan yang cukup radikal di bidang penyiaran televisi
nasional serta menjadi era baru bagi dunia industri televisi nasional,
menggantikan era penyiaran televisi analog yang dimulai pada 17 Agustus 1962
berupa siaran percobaan TVRI dalam acara HUT Proklamasi Kemerdekaan XVII
Indonesia dari halaman Istana Merdeka Jakarta. Pada 24 Agustus 1962, TVRI
mengudara pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian
Games IV dari Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Pemerintah Indonesia telah
memutuskan bahwa implementasi sistem TV digital menggunakan sistem Digital
Video Broadcasting-Terrestrial (DVB-T) sebagai standar nasional Indonesia.
Sementara industri radio, karena teknologi FM radio dianggap sudah cukup
memiliki kualitas dan efisiensi yang baik. Teknologi radio FM tetap akan
bertahan sampai belasan tahun ke depan. Sehingga penggunaan teknologi DAB
(Digital Audio Broadcasting) yang dikembangkan lebih merupakan
penyeimbang teknologi DVB-T sebagaimana sudah diimplementasikan di lebih
dari 40 negara, khususnya negara-negara Eropa. Teknologi DAB bila
dikembangkan menggunakan teknologi Digital Multimedia Broadcasting (DMB),
yaitu dengan menambahkan DMB multimedia prosesor, akan mampu menyiarkan konten
gambar bergerak sebagaimana siaran TV. Hal ini telah menstimulasi para pelaku
industri radio untuk mengembangkan bisnisnya dengan menambah konten berupa
gambar bergerak, seperti informasi cuaca, peta jalan, video clip, dan
film, sebagaimana yang terjadi di industri televisi.
Mengambil
konsep dari Mc Luhan (1997: 7) dimana medium is the message, maka bila
diaplikasikan pada internet[3]
atau bentuk World Wide Web (WWW) bisa berupa situs berita online.
Dimana analogi dari pernyataan McLuhan dengan melihat perkembangan kemajuan
bidang teknologi informasi, maka technology is the message. Teknologi
itulah yang menghasilkan medium baru atau melahirkan the new media. Jadi
bukan bermaksud untuk melebih-lebihkan pengaruh media. Tetapi, adanya kemajuan
teknologi, media menjadi sangat maju - selanjutnya dalam konteks ini penulis
menyebut Teknologi Informasi dan Komunikasi -. Media telah berubah menjadi
subyek komunikasi yang interaktif dan menjadi sahabat baru manusia. Pola
interaksi sosial yang terbentuk melalui media telah menciptakan ruang baru bagi
kehidupan manusia. Ruang dimana manusia bisa berimajinasi dan berinteraksi.
Sementara apabila dikaitkan dalam konteks media jaringan (komputer) yang
kemudian melahirkan cybercommunity (komunitas cyber) juga turut
andil dalam membentuk suatu pola hubungan sosial yang tanpa batas, sangat luas
dan transparan (Bungin, 2002).
Pengalaman
empiris menunjukkan, setiap medium baru berpengaruh terhadap media yang ada.
Misalnya, sejak munculnya televisi iklim persaingan semakin kentara. Televisi
mempengaruhi eksistensi media cetak dalam hal isi, bentuk, distribusi,
kebijakan harga, periklanan dan sebagainya. Karenanya, setiap kali muncul media
baru, kata kunci untuk media yang sudah eksis dan ingin tetap eksis adalah
adaptasi, inovasi, kreatifitas, atau ketinggalan dan ditinggalkan (Oetama, 2001
: 361). Dengan melihat kondisi masyarakat yang semakin maju, pintar, kritis,
dan bebas menentukan sumber-sumber informasinya, terutama di kota-kota besar,
maka proses metamorfose media konvensional ke media digital memberikan andil
yang cukup besar bagi proses eksistensi media tsb.
Disisi
lain, munculnya medium baru tidak berarti meniadakan medium lama. Antara medium
lama dan medium baru terjadi proses saling melengkapi, saling mempengaruhi, saling
memperkaya inovasi dan kreatifitas. Sehingga setiap kejadian yang diberitakan
menjadi lebih jelas maknanya, korelasinya dan interaksinya bagi konsumen
(pembaca). Surat-kabar dan majalah menjadi lebih menarik apabila juga mampu menghadirkan edisi online
dengan tingkat keterbaruan berita atas peristiwa terakhir, disamping edisi
cetak yang menjadi andalannya. Dalam konteks di Indonesia, ketika muncul
televisi swasta, media cetak gelisah soal tersedotnya porsi pembagian iklan,
orang pers juga meratapi soal penurunan tiras, dan miskinnya minat baca. Akan
tetapi, ketika muncul Internet di Indonesia (tahun 1995 dan booming dot com tahun
1998-2000), reaksinya berbeda-beda. Ada surat kabar yang justru
melakukan sinergi, sehingga menjadi kekuatan, yakni dengan cara membuka surat
kabar edisi cetak online dan edisi realtime news. Fenomena ini
berkembang di Indonesia sejak era reformasi 1998 sampai sekarang seiring dengan
kemajuan teknologi komunikasi. Sejarah mencatat bahwa suratkabar online pertama
yang menghadirkan berita digital adalah Chicago Tribune dalam tahun
1992.
Jumlah
pengakses internet di Indonesia dari tahun ke tahun sejak 1998 selalu mengalami
peningkatan. Menurut Perkiraan resmi dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) terhadap jumlah pelanggan dan pemakai internet selama ini dan
perkiraan sampai akhir tahun 2007 adalah sesuai dengan tabel berikut ini:
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Pelanggan & Pemakai
Internet (kumulatif) perkiraan s/d akhir 2007
Tahun
|
Pelanggan
|
Pemakai
|
2007
|
2.000.000
|
25.000.000
|
2006
|
1.700.000
|
20.000.000
|
2005
|
1.500.000
|
16.000.000
|
2004
|
1.087.428
|
11.226.143
|
2003
|
865.706
|
8.080.534
|
2002
|
667.002
|
4.500.000
|
2001
|
581.000
|
4.200.000
|
2000
|
400.000
|
1.900.000
|
1999
|
256.000
|
1.000.000
|
1998
|
134.000
|
512.000
|
Sumber: APJII
Internet
mampu memberikan layanan kecepatan informasi setiap saat, detail dan bebas
biaya. Sehingga tidak lah mengherankan apabila terjadi kenaikan jumlah
pengakses internet setiap tahunnya di Indonesia. Fenomena umum orang online ke
internet adalah untuk mendapatkan informasi dan berbagi informasi. Barangkali
masih ingat fenomena berita bawah tanah mailing list apa kabar di
internet (1995-1997) yang sempat populer dengan analisis permasalahan seputar
ekonomi dan politik Indonesia waktu itu, namun identitas nara sumber seringkali
disembunyikan. Fenomena lain dengan adanya peniadaan Surat Ijin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP), ketika era Presiden BJ. Habibie dan Menteri Penerangan
Yunus Yosfiah (1999) yang berakibat kebebasan pers (kemudahan mendirikan media)
tidak terkecuali sampai pers online atau menyinergikan dengan online. Fenomena
internet dot com dengan e-commerce dan web 2.0[4]memberikan
andil pada perkembangan sejarah media di Indonesia,
sampai memasuki era media-media alternatif digital seperti blog, friendsters,
facebook, iPod, iPhone 3G, dan sebagainya.
Menurut
Daniel Dhakidae (Kompas, 28 Juni 2005) surat kabar generasi modern industrial
bersaing dengan televisi tentang seberapa cepat menyajikan kejutan berita yang
disebut scoop. Surat kabar generasi post-modern harus bersaing
bukan sekadar dengan televisi, tetapi televisi yang sudah mengalami
“transformasi” oleh seluruh teknologi digital yang memungkinkan
multimedia, dengan internet sebagai pusatnya, di mana setiap orang bisa
serentak mendengar, melihat, membaca sesuatu yang berasal dari aneka sumber
pada saat yang hampir bersamaan. Secara tidak sadar para pembaca modern surat
kabar cetak mengalihkan kebiasaan quick browsing internet ke
dalam cara membaca surat kabar.
Disisi
lain di Amerika Serikat (AS) terdapat fenomena surat kabar cetak memasuki era
digital ini menghadapi tantangan berat seperti penurunan sirkulasi, penurunan
jumlah pembaca dan pemasukan iklan, serta kompetisi yang sengit dari kompetitor
digital. Sehingga beberapa surat kabar terkemuka AS mengakhiri edisi cetak dan
berpindah ke edisi online. Seperti diberitakan Kompas 27 Maret 2009 (hal,10), The
Christian Science Monitor (CSM)[5]
yang bermarkas di Boston, Massachusetts dan berusia 100 tahun menerbitkan edisi
terakhir surat kabar pada Kamis 26 Maret 2009. Sirkulasi CSM merosot menjadi
sekitar 50.000 eksemplar, rugi 18,9 juta dollar AS pada tahun anggaran yang
berakhir April 2009 dan membutuhkan subsidi hingga 12,1 juta dollar. Penghentian
edisi cetak surat kabar CSM, hanya berselang dua pekan setelah surat kabar
besar AS lainnya, Seattle Post-Intelligencer yang telah terbit selama
146 tahun. Surat kabar Rocky Mountain News tutup pada Februari 2009.
Sejumlah kelompok surat kabar lain, seperti Tribune Co, pemilik Los Angeles
Times dan Chicago Tribune, telah mengajukan proses kebangkrutan demi
menyiasati kerugian selama bertahun-tahun.
Fenomena
pengaruh internet pada media cetak tsb tidak bisa dicegah, dan sedapat mungkin bersinergi
dengan format internet. Walaupun internet dapat meningkatkan risiko informasi,
aksesibilitas yang bebas, interaktivitas, globalitas, konektivitas komunikasi
personal, ekonomis dan politik, serta hilangnya kontrol jurnalistik atas pasar
informasi. Namun, dengan edisi online internet mampu menjangkau jumlah
pengunjung situs yang lebih besar. Sejauh pengamatan penulis, sinergi media
cetak dengan internet memperkuat penentuan diri khalayak dalam hal informasi
dan membuat mereka lebih bebas dari media konvensional. Internet sebagai media
teknologi baru juga mempengaruhi transformasi jurnalisme secara fundamental
(Pavlik, 2001). Seperti serba berita (ubiquitous news), akses informasi
global, peliputan saat itu juga (instantaneous reporting), interaktif,
wujud isi aneka media (multimedia content),
serta penyediaan isi yang luar biasa spesifik (extreme content
customization).
Tahapan perkembangan isi berita dalam edisi online internet menurut
Pavlik (1998) telah melewati tiga tahap yaitu: (a) surat kabar online
hanya memindahkan ulang versi cetaknya ke online (repurpose content
from their mother ship); (b) surat kabar sudah membuat isi inovatif-kreatif
dalam websitenya dengan fitur interaktif seperti hyperlinks dan search
engines, yang dapat memudahkan pengguna mencari materi dengan topik-topik
khusus yang sesuai dengan ukuran kebutuhannya, misalnya dengan katagori berita
dan informasi yang dipilihnya (the
journalists create original content and augment it with such additives
as hyperlinks - with which a reader can instantly access another website;
interactive features such as search engines, which seek out material on
specific topics; and a degree of customization - the ability to choose what
categories of news and information you receive); dan (c) isi berita telah didesain secara khusus
untuk media web sebagai sebuah medium komunikasi (original
news content designed specifically for the Web as a new medium of
communication).
Pokok Permasalahan
Dari
fenomena media cetak yang mengalami perubahan karena pengaruh internet serta
bersinergi antar keduanya, inilah permasalahan yang menarik dalam kaitannya
dengan hypertext6 yang berdampak pada newsroom dan
kinerja jurnalis untuk semua tipe media (tv, radio, cetak) dalam batasan computer
assisted reporting (CAR) dalam era konvergensi media.
PEMBAHASAN
Internet sebagai Medium Jurnalistik
Marshall
McLuhan (1999 : 7) dalam bukunya, Understanding Media – The Extensions
of Man menyatakan bahwa, the medium is the message. Bahwa medium yang
dipakai untuk menyampaikan informasi dan pesan, membentuk format pesan itu sendiri.
McLuhan menganggap media sebagai perluasan manusia. Media yang berbeda-beda
mewakili pesan yang berbeda-beda. Media menciptakan dan mempengaruhi cakupan
serta bentuk dari hubungan-hubungan dan kegiatan-kegiatan manusia. Pengaruh
media dengan adanya kemajuan teknologi menjadi sangat dahsyat bagi umat
manusia. Media telah campur tangan dalam kehidupan manusia secara lebih cepat
daripada sebelumnya, juga memperpendek jarak diantara bangsa-bangsa. Media
massa apapun bentuknya akan selalu membawa pesan tersendiri bagi masyarakatnya[6].
Munculnya
perdebatan yang problematik atas internet sebagai medium apakah sebagai media
massa atau media komunikasi antarpersona lebih disebabkan oleh sifat internet
itu sendiri, yang bisa diklasifikasikan ke dalam media massa atau media
konvensional yang individual dan antarpersona. Internet bisa dikatakan sebagain sebuah hybrid (perkawinan)
yang mana keduanya mampu bekerja sebagai perangkat CD player dan
televisi. Internet juga sebagai medium komunikasi antarpersona, contohnya
e-mail. Jensen (1998 : 46) memisahkan berbagai macam media, yang
kemudian disebut media “pull” dan “push”. Media tradisional,
seperti TV, radio, dan film, mempunyai karakteristik “push”, dimana isi
media diciptakan oleh medianya untuk pembaca, pendengar dan pemirsanya.
Sedangkan dalam “pull” media (internet) isinya diciptakan oleh pengguna.
Audience perannya lebih aktif ketika surfing on the net daripada
ketika surfing saluran TV. Isi media bergeser dari seragam ke personal,
dan siklus publikasi berkembang dari periodik menuju up to date.
Munculnya
medium baru internet, yang salah satu fasilitasnya populer dengan nama World
Wide Web (WWW) era 1990-an, menandakan babak baru dalam sistem
komunikasi global. Sistem komunikasi tanpa batas. Melampaui batas-batas fisik
geografis, mental ideologis, ruang dan waktu. Komputer yang sebelumnya sebagai
medium pengumpulan dan penyimpanan, berkembang menjadi media komunikasi dan
jaringan komunikasi yang kompleks dengan segala struktur operasionalnya. Dengan
membawa konsekuensi-konsekuensi tersendiri bagi relasi pribadi dan sosial.
Sehingga pada akhirnya Internet membawa bentuk budaya media. Dalam Internet,
interaksi antara orang-orang dimediasi oleh komputer, dan ditentukan oleh alat
teknologi yang dipergunakan. Interaksi komunikasi yang terjadi bukanlah sesuatu
yang lahir secara natural. Melainkan hasil adanya konstruksi teknologi.
Jurnalistik
sebagai kegiatan melaporkan berbagai kejadian atau peristiwa yang terjadi di
masyarakat, tidak lepas dari konstruksi dengan perspektif tertentu untuk
dijadikan bahan berita oleh jurnalis. Sementara berita adalah laporan atau
pemberitahuan tentang sesuatu kejadian atau peristiwa yang disampaikan melalui
orang lain, baik secara lisan maupun tertulis (Peter dan Salim, 1991). Dalam
konteks ini, pengertian berita (news) yang dimaksud adalah penyajian
informasi yang sudah, sedang dan akan terjadi.
Secara
umum media mempunyai tujuan agar khalayaknya mempelajari peristiwa, tetapi
media tidak berusaha mengajar orang-orang tentang hal-hal yang ada dalam
berita. (McQuail: 1987; 246) Pertanyaan yang menarik adalah seberapa jauh orang
memahami dan mengingat berita?. Ini lah yang menarik dalam teori difusi berita,
yaitu penyebaran berita yang diukur berdasarkan kemampuan mengingat peristiwa
tertentu. Variabel penting yang menjadi pusat perhatiannya adalah; sejauh mana
orang-orang mengenal peristiwa tertentu; kadar penting atau kemenonjolan yang
relatif dari peristiwa bersangkutan; volume informasi yang disampaikan tentang
peristiwa itu; sejauh mana informasi tentang suatu peristiwa diperoleh pertama
kali dari berita; seberapa cepat media memberikan dan menyebarkan informasi.
(McQuail: 1987; 246).
Impelmentasi
teori tsb, penulis mencoba melihat kondisi saat ini dimana perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi, mengakibatkan adanya tuntutan perubahan
bentuk berita, dari pers cetak dan broadcast menjadi bentuk berita
online (e-News). Berita dalam media online berkembang sangat pesat,
tidak saja dalam bentuk teks tetapi juga dalam bentuk multimedia,
yaitu menggabungkan teks, audio dan video yang bisa diakses kapan pun
dan di mana pun manusia berada. Sehingga menurut Fidler (1997) multimedia
sering disebutnya sebagai mixed media. Sementara media konvensional (tv,
radio, media cetak) yang telah melakukan sinergi dengan internet di era konvergensi[7]media
mampu meningkatkan value added dan brand yang semakin kuat dan
luas. Ukuran audience proximity secara geografis yang menjadi keunggulan
(media cetak, radio, tv lokal) selama ini menjadi semakin absurd pada
media online. Melalui webcasting dalam media online mampu mendekatkan
secara emosional seseorang terhadap daerah asal atau kelahirannya, seperti
seorang yang sedang berada di luar negeri karena studi, bekerja, atau telah
menjadi warga negara asing.
Sumber : Dijk, 2006:7
Gambar 1. Integrasi Transmisi dalam
Bidang Komunikasi
Proses
konvergensi menuju integrasi bisa masuk dalam salah satu level berikut: 1)
infrastruktur – sebagai contoh kombinasi hubungan transmisi yang berbeda dan
peralatan untuk telefon dan komunikasi data komputer; 2) transportasi – sebagai
contoh telefoni internet and web TV bergantung pada kabel dan televisi satelit;
3) manajemen - sebagai contoh perusahaan kabel mengembangkan/ menggunakan
saluran telefon dan perusahaan telefon mengembangkan televisi kabel; 4) layanan
- sebagai contoh kombinasi dari informasi dan layanan komunikasi pada internet;
5) jenis data – menaruh data jenis suara, teks, dan gambar secara bersama.
Dalam gambar tsb bagaimana jaringan publik dan privat data, tele- dan
komunikasi massa secara bersama-sama menciptakan jaringan multifungsional
berkecepatan tinggi yang disebut electronic superhighway dalam tahun
1990-an, tetapi saat ini biasa disebut
Disamping
itu, informasi yang disajikan medium internet sebagai sumber informasi sama
dengan medium lain, bahkan lebih unggul dari unsur kecepatan, seketika,
interaktifitas, hyperlinks text sebagai sumber informasi dan tidak
tergantung pada jadwal siar dan periodesitas seperti dijumpai pada surat kabar
(terbit pagi atau sore). Bahkan menurut penulis media online di Indonesia yang
berbasis pada lembaga yang sudah mapan sudah menunjukkan kemajuan yang sangat
luar biasa, tidak sekedar cetak yang dionlinekan, namun isi berita telah
didesain secara khusus untuk media web sebagai sebuah medium komunikasi,
seperti apa yang dikatakan Pavlik (1998). Situs berita sebagai nara sumber
bukan lagi bersifat komplementer namun bersinergi dengan isi siaran,
telekomunikasi (infrastruktur dan jaringan), dan komputer sehingga mampu
menghadirkan jurnalisme online dengan perspektif multimedia. Sebuah revolusi
media yang demikian maju.
Hasil
wawancara penulis dengan pengelola media online Suara Surabaya.net
menyatakan bahwa mereka mengembangkan radio internet dan jurnalistik online
sekaligus karena tuntutan perkembangan. Media harus tetap dekat kepada audience
nya dimana pun mereka berada. Informasi audio dan video dapat
disimpan dalam bentuk digital dan memudahkan pendengar untuk
menelusurnya kembali (archive file). Radio sudah tidak bisa
dibatasi jangkauannya secara geografis dan frekuensi. Radio harus go
online untuk menambah value added dan menambah kekuatan brand
melalui berita-beritanya yang seketika. Sementara menurut Pemimpin Redaksi
Harian Surya diperoleh informasi bahwa mereka mendesain situsnya agar unsur
efektifitas dan efisiensi lebih baik secara manajemen. Serta sedang
mengembangkan edisi online multimedia. Sedangkan bagi informan yang berada di
luar negeri diperoleh informasi bahwa faktor-faktor seseorang mengakses situs
berita Indonesia karena ada unsur emosional dengan tanah kelahiran, ingin
mengetahui secara persis dan aktual kejadian Politik, Ekonomi Sosial dan Budaya
di Indonesia, yang mustahil mereka dapat melalui medium konvensional. Serta
untuk saling bertukar informasi dan kabar berita dengan rekan, famili dan
keluarga.
Berita
realtime (seketika) yang nota bene berkembang pesat era 1990-an ternyata
secara radikal mempengaruhi industri penerbitan pers cetak, dan mampu
menaklukan ruang dan waktu yang selama ini dihadapi pers cetak. Proses gathering
information lewat internet berlangsung melalui information brokers (perantara),
tidak lewat penerbitan pers, sehingga menjadi lebih singkat dan
seketika. Berita elektronik dapat ditampilkan (upload) dan diperbarui (update)
dalam hitungan menit bahkan detik. Sedangkan berita konvensional, khusus media
cetak, membutuhkan waktu sedikitnya satu hari untuk proses gathering
information (peliputan), layout, dan cetak. Dalam berita elektronik,
cenderung menampilkan berita straight news, breaking news,
singkat dan padat. Namun terus menerus diperbarui.
Perkembangan
online news akan memaksa reporter media cetak mengadopsi gaya broadcast,
dimana dalam dunia broadcast seorang reporter menulis untuk video,
still images dan suara. Sehingga pemirsa bisa mendengar dari radio
maupun melihat dari layar kaca televisi. Kata dalam broadcast
mampu melengkapi teka-teki informasi dalam benak pikiran pemirsa atau
pendengar. Reporter media cetak sebaliknya, harus menggunakan bahasa agar
pesannya sampai pada benak pikiran pembacanya seperti apa yang dilihat dilayar
televisi. Karenanya, seorang reporter media cetak mencoba membuat sebuah
“layar” dalam benak pikiran pembacanya, dengan membangun daya ingat dan
imajinasi pembaca.
Seperti
halnya dengan reporter broadcast tersebut, reporter untuk media web
juga telah menambahkan teks elektronik (e-texts) dalam cara kerja
mereka. Teks elektronik termasuk didalamnya video dan still images,
animasi, suara, dan tentu saja kata. Karenanya, tantangan sebagai reporter
media web adalah mampu memberikan perspektif baru agar berita menjadi benar-benar
kredibel dan bisa dipercaya masyarakat. Sehingga persepsi masyarakat yang masih
menganggap berita dari media web sebagai sumber berita komplementer
dapat diubah dengan menerapkan kinerja profesional, sebagai sumber berita cepat
dan seketika.
Fasilitas
radio on demand merupakan dokumentasi audio clip dengan durasi
tertentu, video on demand merupakan visual clip berita hasil
liputan reporter. Video on demand biasanya berupa file movie/
film yang bisa diakses oleh netter kapan saja yang tampilannya
berupa gambar bergerak dengan disertai audio yang langsung diambil dari
tempat kejadian. Pada saat download video on demand durasi waktu yang
dibutuhkan antara satu sampai dengan dua menit, dengan besar file berkisar
antara 500 – 1000 kilobyte. Termasuk Wireless Application Protocol
(WAP) yang merupakan fasilitas aplikasi nirkabel yang memungkinkan
pendengar untuk selalu mendapatkan informasi yang diinginkan dimana pun dan
kapan pun kita berada melalui telepon genggam (telepon selular/ ponsel).
Fleksibilitas, Kapasitas, Immediacy,
dan Permanen
Esensi
dari Worl Wide Web dalam penjelasan sebelumnya adalah berita, dimana
pembaca membacanya melalui sebuah browser. Menurut James Glen Stovall
(2004) pada online journalism dikenal dimensi fleksibilitas, kapasitas,
immediacy dan pemanen. Para reporter dapat memasukan laporan berita mereka
dengan berbagai bentuk untuk informasinya, baik secara full text,
disertai informasi biografi sumber, diagram, peta, dan gambar yang dapat
membantu pembaca mengerti subyek pemberitaannya. Bahkan dapat memasukan audio
dari sumber dan video scenes dimana berita diambil. Inilah fleksibilitas
media internet dari pada cetak atau penyiaran. Namun, dalam online
journalism juga terdapat batasan yang terletak pada komputer server secara
kuota atau ruang data dimana informasi tersebut disimpan dan lamanya waktu
akses . Inilah yang disebut sebagai batasan kapasitas.
Online journalism dapat
mengirim berita secara seketika dan serentak (instantaneous reporting)
dalam bentuk breaking news event sesuai konteksnya dengan cakupan coverage
yang global. Sesuatu yang dirasa sulit bagi para broadcaster untuk
memberikan informasi berita breaking news mereka. Inilah yang disebut
sebagai immediacy. Sedangkan, online journalism disebut permanen
karena para reporter bekerja berjam-jam untuk sebuah dokumen berita secara
digital yang dapat disimpan dalam sebuah server komputer dalam waktu lama dan
terjaga kualitasnya. Berbeda dengan surat kabar yang mediumnya kertas akan mudah
pudar dan sobek, demikian juga medium videotape dan audiotape
kualitasnya akan menurun seiring waktu yang terus bergulir. Informasi yang
tersimpan online kualitasnya begitu powerfull, mudah ditelusur
ulang (retrievability) namun juga rawan diduplikasi. Karena the
web adalah sebuah medium terbuka dan sarat teknologi secara berjaringan,
sehingga mudah diduplikasi dan disimpan dalam lokasi yang berbeda dari aslinya.
Interaktifitas dalam media online
Semua
media tentunya interaktif. Pemirsa televisi dan pendengar radio harus
menyalakan pesawatnya dan memilih gelombang dan salurannya (channel).
Dengan remote control memberikan pengguna bebas untuk memilih channel.
Tetapi media ini tidak menawarkan kesempatan untuk berinteraksi. Media
televisi dan radio tidak mempunyai pilihan dan mekanisme feedback ketika
programnya disiarkan. Kecuali adanya kontribusi medium e-mail dan telephone.
Sedangkan suratkabar dan majalah dinilai lebih interaktif karena pembaca dapat
memilih bagian apa yang lebih suka dibaca dan bagian mana yang diabaikan. Headlines
(teks yang mengarahkan pembaca kepada topik atau judul besar liputan), layouts
dan index mampu memberikan pembaca pilihan. Tetapi media cetak tidak
menawarkan melalui saluran apa pembaca dapat merespon apa yang mereka lihat dan
berinteraksi dengan reporter yang memproduksi berita. Kecuali adanya kontribusi
dari medium surat pembaca atau telephone.
Interaktivitas
dalam online journalism adalah adanya sebuah hubungan antara reporter
dengan pembacanya (consumer) dan hubungan yang bermakna dengan sebuah
bentuk baru jurnalistik. Menurut Williams, Rice, dan Rogers 1998 (dalam Severin
and Tankard, 2001: 370) mendefinisikan interaktifitas sebagai “the degree to
which participants in a communications process have control over, and can
exchange roles in, their mutual discourse”. Jadi kontrol komunikasi
internet ada pada pengguna. Salah satu studi penggunaan internet
mendapatkan enam dimensi interaktifitas yaitu (1) internet mampu memberikan
informasi dari pada sekedar persuasi; (2) kontrol terletak pada pengguna
internet; (3) aktifitas banyak dilakukan oleh pengguna (aktif); (4) komunikasi
yang terjadi dua arah; (5) waktu yang digunakan dalam komunikasi lebih
fleksibel dari pada terjadwal (periodisasi seperti dalam media cetak), dan (6) komunikasi berlangsung pada suatu tempat
yang ‘diciptakan’ oleh para consumer (Rogers, 1998). Berikut adalah
analisis fitur-fitur yang ada dalam online media.
KESIMPULAN
Dari uraian dalam pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa perkembangan jurnalistik online di
Indonesia tidak terlepas dari perkembangan situasi politik di Indonesia dengan
berbagai kebijakan rejim penguasa yang menyertainya. Jurnalistik online periode
pertama berkembang mulai 1995 – 1997 dengan ditandai hadirnya internet di
Indonesia yang kemudian diterapkan dan kembangkan oleh IPTEKNET, munculnya
Internet Service Provider (ISP), web service, fenomena mailing
list apakabar yang cukup sensasional waktu itu, yaitu runtuhnya Orde
Baru oleh gerakan Reformasi (era reformasi), Tempo Interaktif dan Kompas
Cyber Media. Periode kedua mulai 1998 – 2001 ditandai fenomena dotcom dan
bergugurannya dotcom, pencabutan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP) oleh Mentrei Penerangan Yunus Yosfiah pada Kabinet Presiden Habibie
yang menandakan era kebebasan pers menjadi lebih baik dari sebelumnya, dan
jurnalisme online di Indonesia sudah memasuki tahapan periode ketiga seperti
apa yang digambarkan oleh pavlik (1998), dimana isi berita telah didesain
secara khusus untuk media web sebagai sebuah medium komunikasi.
Dalam
periode ketiga, sejak 2002 sampai sekarang adalah fenomena jurnalistik online
multimedia atau webcasting dengan produk dan layanan seperti news
feed, podcasts, deskstop alert, berita pada mobile phones,
PDA ,serta perangkat mobile lainnya. Hal ini sebagai akibat
perkembangan teknologi informasi dan jaringan (infrastruktur) yang berimbas
pada media, yang pada akhirnya menghasilkan konvergensi media (sinergi), dengan
tidak mengesampingkan akan adanya kebutuhan akses kebebasan informasi yang
cepat, seketika dan transparan, tidak dibatasi ruang dan waktu serta adanya
kepercayaan publik itu sendiri pada berita online
DAFTAR PUSTAKA
Baran,
Stanley J. (2003). Mass Communication Theory; Foundations, Ferment, and Future,
3rd edition. Belmon, CA : Thomson
Bungin,
Burhan; New Media dan Perkembangannya; Konstruksi Sosial Telematika dan
Inovasi Media Baru, Seminar dan Lokakarya “Being Local in National Context :
Understanding Local Media and Its Struggle”, Universitas Kristen Petra, di
Surabaya 14 Oktober 2002.
Dewdney, Andrew.,
and Ride, Peter. (2006). The New Media Handbook. London. Routledge.
Dharmanto,
Satryio Bernadus. (2008). Menyikapi Lahirnya Era Penyiaran TV Digital
http://tekno.kompas.com/read/xml/2008/10/23/1600400/ diakses 23 Oktober 2008.
Dijk,
Jan Van. (2006). The Network Society; Social Aspects of New Media. 2nd
edition. London. SAGE Publications Ltd.
Craig,
Richard. (2005). Online Journalism; Reporting, Writing and Editing for New
Media: Thomson
Effendy, Onong
Uchjana. (2005). Komunikasi dan Modernisasi, Bandung: Mandar Maju
Fidler, Roger.
(1997). Mediamorphosis, Understanding New Media. Pine Forge
Press, Thousand Oaks (calif),.
Ibrahim,
Idi Subandi. (2004). Sirnanya Komunikasi Empatik; Krisis Budaya Komunikasi
dalam Masyarakat Kontemporer: Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
Jensen,
Jens Frederik. (1998). Communication Research after The Mediasaurus? Digital
Convergence, Digital Divergence. The Media Lanscape in Transition.
Research on New Information Technology. In Nordicom Review 1/98. Nordicom,
Goterborgs Universitet.
Landow,
George; The Definition of Hypertext and Its History as a Concept,
http://www.thecore.nus.edu.sg/landow/cpace/ht/jhup/history.html#1, diakses 14
Pebruari 2005.
Lister, Martin. (2003). New Media : A Critical
Introduction. London : Routledge
Muljono; Sistem Berita
Elektronika di Intranet Universitas Pelita Harapan Menggunakan Lotus
Notes dan Domino, Jurnal Ilmiah Universitas Pelita Harapan, LPPM-UPH
Menara UPH – Lippo Karawaci – Tangerang.Vol. 4/No.7 Agustus 2001, Hal. 37.
McLuhan,
Marshall. (1999). Understanding Media; The Extension of Man. London :
Routledge.
McQuail,
Denis. (1987). Teori Komunikasi Massa; Suatu Pengantar. Jakarta. Edisi
Kedua: Erlangga.
McQuail’s,
Denis. (2001). Mass Communication Theory. London. 4th
edition: SAGE Publications, Inc.
Muslimin, Totok.,
dan Djuroto. (2002). Teknik Mencari dan Menulis Berita. Semarang: Dahara
Prize, Effhar Offset.
Oetama,
Jacob. (2001). Pers Indonesia Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus:
Percetakan PT. Gramedia. Jakarta, Oktober.
Online
News Association [ONA], Digital Journalism Credibility Study,
http://www.journalists.org/Programs/Study.htm, diakses 7 Pebruari 2002.
Pavlik,
John V and Shawn McIntosh. (2004). Converging Media, An Introduction to Mass
Communication. Boston : Pearson Education, Inc.
Pavlik, John V. (2001). Journalism and New Media:
Columbia University Press
Pavlik,
John V. (1998). "The Future of On-Line Journalism," chapter in
Wickham, Kathleen, On-Line Journalism Perspective (CourseWise
Publishing, Inc.).
Perebinossoff,
Philippe. (2005). Programming for TV, Radio and The Internet, Strategi, Development
and Evaluation. Second Edition : Focal Press. Elsevier Inc
Rahmat,
Jalaludin. (2002). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT.Remaja
Rosdakarya.
Salim,
Peter dan Yenny Salim. (1991). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta: Modern English Press.
Scanlan,
Christopher; The Web and The Future of Writing, Poynter Reporting and
Writing Group Leader, http://www.poynter.org/centerpiece/062100.htm, diakses
Juli 2002
Stovall, James
Glen. (2004). Web Journalism of a New Medium. University of Alabama:
Pearson Education Inc.
Straubhaar,
Joseph dan Robert La Rose. (2002). Media Now: Communication Media in the
Information Age: Australia: Wadsworth
Severin,
Werner J and James W. Tankard. (2001). Communication Theories; Origin, Methods,
and Uses in the Mass Media. Fifth Edition. University of Texas at Austin:
Addison Wesley Longman Inc.
Piliang,
Yasraf Amir. (2004). Dunia yang Dilipat; Tamasya Melampaui
Batas-Batas Kebudayaan. Yogyakarta : Jalasutra
Wallenius,
Jaana. (2003). News Journalism on the Internet. University of Helsinki,
Department of Communication.
http://www.imv.au/dkeng/academic/pdf_files/
Wallenius.pdf, diakses 7-08-2005.
[1]
Definisi new media secara
eksklusif merujuk pada teknologi komputer yang menekankan bentuk dan konteks
budaya yang mana teknologi digunakan, seperti dalam seni, film, perdagangan,
sains dan diatas itu semua internet. Sementara digital media merupakan
kecenderungan kepada kebebasan teknologi itu sendiri sebagai karakteristik
sebuah medium, atau merefleksikan teknologi digital (Dewdney and Ride. 2006 : 8
& 20).
[2]
Implementasi sistem TV Digital di
Eropa, Amerika, dan Jepang sudah dimulai beberapa tahun lalu. Di Jerman, proyek ini telah
dimulai sejak tahun 2003 untuk kota Berlin dan tahun 2005 untuk Muenchen dan
saat ini hampir semua kota besar di Jerman sudah bersiaran TV digital. Belanda
telah memutuskan untuk melakukan switch off (penghentian total) siaran
TV analognya sejak akhir 2007. Perancis akan menerapkan hal sama pada tahun
2010. Inggris sejak akhir 2005 telah melakukan uji coba mematikan beberapa
siaran analog untuk menguji penghentian total sistem analog bisa dilakukan pada
tahun 2012. Kongres Amerika Serikat telah memberikan mandat untuk menghentikan
siaran TV analog secara total pada 2009, begitu pula Jepang pada 2011.
Negara-negara di kawasan Asia juga sudah mulai melakukan migrasi total. Di
Singapura, TV digital diluncurkan sejak Agustus 2004 dan saat ini telah
dinikmati lebih kurang 250.000 rumah. Di Malaysia, uji coba siaran TV digital
juga sudah dirintis sejak 1998 dengan dukungan dana sangat besar dari
pemerintah dan saat ini siarannya sudah bisa dinikmati lebih dari 2 juta rumah
(Dharmanto, 2008).
[3]
Internet secara sederhana
menggambarkan kumpulan jaringan yang menghubungkan komputer dan server
secara bersamaan (Lister, 2003 : 165)
[4] The term 'Web
2.0' was introduced as a new concept at a conference brainstorming session
between Tim O’Reilly and MediaLive in 2001. In this initial discussion the
concepts were
[5] CSM didirikan tahun 1908 oleh Mary
Baker Eddy, pendiri Gereja Kristen Sains. Diterbitkan setiap hari Senin-Jumat,
meliputi berita-berita internasional dan lokal AS. CSM telah memenangi tujuh
penghargaan jurnalistik Pulitzer, terakhir tahun 2002. CSM terkenal karena
liputan mendalam soal Timur Tengah dengan memublikasikan hasil liputan wartawan
spesialis Timur Tengah,
seperti mendiang John K. Cooley (sumber : Kompas 27 Maret 2009)
[6]
Hypertext/ hypermedia : text and other contents edited and to be recieved and
read in a non-linear way, jumping from one source, page, image, etc to another;
typical way to design and consume multimedia content (Dijk.2006:266).
[7]
Karakteristik media baru secara
struktural adalah integrasi telekomunikasi, komunikasi data, dan komunikasi
massa dalam satu medium. Sehingga menjadi satu medium merupakan proses yang
disebutnya konvergensi. Karena alasana inilah new media sering disebut
multimedia (Dijk.2006 : 7).