Titip Rindu Buat Ayah
Di
matamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan
dan hempasan terpahat di keningmu
Kau
nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun
kau tetap tabah hm…
Meski
nafasmu kadang tersengal
memikul
beban yang makin sarat
kau
tetap bertahan
Engkau
telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput
tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu
yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini
kurus dan terbungkuk hm…
Namun
semangat tak pernah pudar
meski
langkahmu kadang gemetar
Ayah,
dalam hening sepi kurindu
untuk
menuai padi milik kita
Tapi
kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu
sekarang banyak menanggung beban
Engkau
telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput
tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu
yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini
kurus dan terbungkuk hm…
Namun
semangat tak pernah pudar
meski
langkahmu kadang gemetar
kau
tetap setia
Malam ini teringat kidung ini. membuat
tiba-tiba rindu dengan ayah. wajahnya bermunculan di benakku. ah.... ayah...
afwan jiddan, akhir-akhir ini aku hampir tak pernah melihatmu, walau hanya
sekedar menatapmu. semoga engkau baik-baik saja di sana. aku sangat rindu
padamu ayah...... tangisanku tak bisa kubendung dengan mengingatmu. aku rindu
bersamamu... rindu mendengar ceritamu.. rindu melihat perjuanganmu... rindu
dengan ketegaran dan kasih sayangmu...
Ayah.. mungkin aku bukanlah anak yang amat
berbakti padamu. aku belum bisa berada di dekatmu, merawatmu, menjadi teman
berbagimu di saat usiamu makin senja. aku masih berada di sini. masih berusaha
mengejar impian dan semoga kelak engkau bisa berbangga kepadaku ayah....
Hampir setahun aku tak pernah melihat
wajahmu. melihat guratan usia yang makin jelas di wajahmu. ketegaranmu kini
tertutupi oleh guratan itu, membuat tubuh yang dulu kuat kini semakin kurus dan
mulai tak sekuat dulu lagi. rambutmu pun bagai barisan ilalang putih. namun
satu hal, engkau masih setegar dulu.. usia tak membuatmu rapuh dan mengeluh akan
hidup. aku ingin belajar kesabaran darimu...
Terpaan di waktu kecil memberi banyak
manfaat bagiku. aku belajar untuk punya idealisme dan memegang erat idealisme
itu. aku tahu engkau adalah sosok yang teguh mempertahankan apa yang menurutmu
benar. engkau tak peduli apa kata orang, tak pusing dengan embel-embel dunia
hanya demi melunturkan sebuah idealisme. dengan dirimu yang seperti itu, aku
tahu banyak cerita tentang idealisme-mu. walaupun mungkin bagi orang engkau
terkesan keras, namun bagiku itu adalah bentuk kekonsitenanmu pada idealisme
yang engkau yakini. ayah.. aku belajar darimu akan semua itu...
Ku ingin mengenang masa kecil bersamamu.
Engkau yang selalu aku segani. sosok yang diam tanpa banyak bicara namun penuh
dengan pelajaran bagi kami. Tiap hari walau harus memenuhi amanahmu di sekolah,
namun masih ada kesempatan untuk membuatkan bubur untuk kami. aku ingat, bubur
kegemaranmu adalah bubur daun kelor. aku suka... dan kami pun akan berebutan
demi untuk mendapat bubur buatanmu. engkau ayah yang juga jago masak bagiku...
Satu hal yang selalu kami tunggu ketika
siang telah tiba. kami akan selalu menunggu di balik jendela melihat sisi
jalan, apakah engkau telah pulang. kami akan berebutan kapur yang selalu engkau
selipkan di kantong baju. walaupun mungkin adalah kapur yang sudah patah
sekalipun, namun betapa gembiranya kami. apalagi jika mendapatkan kapur warna.
betapa girangnya... dan setelahnya, kami pun berlarian menuju papan tulis untuk
mencoret-coret atau menulis apa saja. menoreh sebuah tanda bahwa engkau amat
peduli pada kami. belum lagi, saat kami tertidur di lantai atau di depan papan
tulis tua yang selalu menemani kami atau karena hujan turun sangat deras, dan
percikan airnya akan masuk ke rumah sederhana kita di balik atap rumbia, engkau
akan tersenyum mendapati kami tertidur pulas. engkaupun menggendong kami menuju
tempat tidur.ayah... kesabaranmu selalu ku ingat. betapa sabar engkau
menghadapi hidup.
Ayah.. aku rindu kebersamaan kita hampir
di setiap malam. duduk di pinggir sisi jalan depan rumah kita, bercerita,
tertawa, mengajarkan pelajaran hidup, nada kehidupan sambil tengadah ke langit
yang bertaburan bintang. kita selalu memandang langit yang begitu indah dengan
jutaan bintang di sana. dan aku tahu, jika memandang langit di malam hari, aku
akan slalu mengingatmu. karena kisahmu akan mengalir seiring kesunyian malam
dan tengadah kita pada bintang-bintang jauh di sana. bintang menjadi saksi,
betapa kita dulu slalu bersama dan bercerita.
Aku juga ingat, karena rumah kita dekat dengan
gunung. sehingga ayah selalu pergi ke gunung walau hanya sekedar jalan-jalan
melihat kebun orang atau mengambil kayu bakar. dan aku suka menemanimu mendaki
gunung untuk mendapatkan kayu bakar. walaupun engkau selalu melarangku. tapi
pikirku, aku juga ingin membantu, walaupun mungkin hanya sebiji dua biji yg
bisa kubawa, tapi membantumu sangat menyenangkan buatku. aku belajar rendah
hati darimu. walaupun engkau seorang guru, namun sama sekali tak membuat ada
malu pada dirimu menjajaki gunung mengambil kayu bakar. aku bangga padamu
ayah......
Di sini, saat kesunyian menyapa dan kidung
itu terdengar. aku semakin merindukanmu. aku sadar, terlalu lama rasanya tidak
menemuimu, tidak melihatmu.. ah.. betapa rindu ingin di dekatmu, melihat
wajahmu dan berbuat untukmu. Ayah.. maafkan aku.. semoga kelak, aku bisa
berbalas menjagamu, menemanimu, dan membuatmu selalu tersenyum. Rabb... rahmati
ayahku... panjangkan umurnya.. dan sayangilah ayahku... Merindukan ayahku......